Pages

Subscribe:

Sabtu, 12 Mei 2012


Bahasa Jawa Pekalongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Jawa Pekalongan atau Dialek Pekalongan adalah salah satu dari dialek-dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah Jawa Tengah terutama di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan. Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah Tegal (bagian barat), Weleri (bagian timur), dan daerah Pegunungan Kendeng (bagian selatan).
Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang Jogya atau Solo, dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti.

Sejarah

Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di daerah KesultananMataram. Namun seterusnya ada zaman di mana bahasa-bahasa Jawa terutama dialek Pekalongan mulai terlihat berbeda karena asimilasi dengan budaya lain. Dialek Pekalongan baku zaman itu tadi sudah tak digunakan lagi pada dialek Pekalongan zaman sekarang.
Zaman sekarang banyak orang Pekalongan yang bekerja menjadi juragan Batik, tenun, dan tekstil, dan tetap menggunakan dialek tersebut yang mudah dimengerti orang Pekalongan sendiri. Adanya para juragan, pedagang juga para nelayan di daerah kota dan pinggiran Pekalongan, mewujudkan tersebarnya dialek ini.
Ciri khas
Meskipun dialek Pekalongan banyak menggunakan kosakata yang sama dengan Dialek Tegal, misalnya: bae, nyong, manjing, kaya kuwe, namun pengucapannya tak begitu "kental" melainkan lebih "datar" dalam pengucapannya.
Ada lagi perbedaan lainnya, contohnya menggunakan pengucapan: ri, ra, po'o, ha'ah pok, lha, ye.
Demikian pula adanya istilah yang khas, seperti: Kokuwe artinya "sepertimu", Tak nDangka'i artinya "aku kira", Jebhul no'o artinya "ternyata", Lha mbuh artinya "tidak tau", Ora dermoho artinya "tak sengaja", Wegah ah artinya "tak mau", Nghang priye artinya "bagaimana", Di Bya bae ra artinya "dihadapi saja", dan masih banyak lainnya.

[Contoh kalimat

Dialek kota

Di bawah ini adalah contoh dialek yang digunakan di Kota Pekalongan. Eratnya budaya orang Pekalongan dengan budaya Arab dan Tionghoa menambah kosakata dan dialek di Pekalongan. Biasanya, para keturunan Tionghoa di Pekalongan juga berbicara dialek Pekalongan yang bercampur dengan bahasa Indonesia.
Dialek Pekalongan:
Lha kowe pak ring ndi si?
Bahasa Indonesia:
Kamu mau ke mana?
Dialek Pekalongan:
Yo wis kokuwe po'o ra
Bahasa Indonesia:
Ya sudah begitupun tak apa
Dialek Pekalongan:
Tak ndangka'i lanang jebulno'o wadhok
Bahasa Indonesia:
Aku kira lelaki ternyata perempuan
Dialek Pekalongan:
Wallahi temenan po'o nyong ra ngapusi, yakin (pengaruh bahasa Arab)
Bahasa Indonesia:
Demi Allah aku tak berdusta, yakin
Dialek Pekalongan:
Ya Allah, ke ra mosok ra percoyo si (pengaruh bahasa Arab)
Bahasa Indonesia:
Ya Allah, mengapa tak percaya sekali
Dialek Pekalongan:
Lha tadi sudah tak bilangke tapi ndak ngerti yo wis (pengaruh bahasa Tionghoa)
Bahasa Indonesia:
Tadi sudah kukatakan namun tak mengerti ya sudahlah
Dialek Pekalongan:
mbok diambilke (pengaruh bahasa Tionghoa)
Bahasa Indonesia:
Tolong ambilkan

Dialek luar kota

Penggunaan dialek Pekalonga di daerah agak pinggir dari daerah kota, ada perbedaan sedikit pada pengucapannya. Banyak huruf vokal dan konsonan yang diucapkan agak "kental", umumnya dengan penambahan huruf "h" dalam pengucapannya. Bentuk dialek ini dipergunakan di daerah Batang (di bagian timur), Pemalang/Wiradesa (di bagian barat), serta Bandar/Kajen (di bagian selatan).
Contoh:
Kata banyu (air) diucapkan benhyu
Kata Iwan (nama) diucapkan I-whan
Kata bali (pulang) diucapkan bhelhi
"Brahim" (nama: Ibrahim) diucapkan Brehiim
Contoh kalimat:
Wis ho, nyong pak bhelhi ndikik (Sudah ya, aku akan pulang dahulu)

Penggunaan

Dialek Pekalongan asli dapat terlihat penggunaannya di pasar-pasar kota dan kabupaten Pekalongan, sedangkan penggunaan sehari-hari telah bercampur dengan dialek daerah lain dan bahasa Indonesia. Umumnya Bahasa Pekalongan lebih dikenal sebagai bahasa lisan, namun Harian Suara Merdeka memiliki kolom tulisan berbahasa Pekalongan yang dimuat secara mingguan di edisi Suara Pantura, dengan tajuk berjudul Warung Megono


Kota Pekalongan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kota Pekalongan, adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah.
Kota ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Batang di timur,
serta Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat.
Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Barat,
Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, dan Pekalongan Selatan.
Kota ini terletak di jalur pantura yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya.
Pekalongan berjarak 101 km sebelah barat Semarang,
atau 384 sebelah timur Jakarta.
Pekalongan dikenal mendapat julukan kota batik,
karena batik Pekalongan memiliki corak yang khas dan variatif.
Kota Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa.
Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan
hasil tangkapan laut oleh para nelayan dari berbagai daerah.
Selain itu di Kota Pekalongan banyak terdapat
perusahaan pengolahan hasil laut, seperti ikan asinterasi, sarden,
dan kerupuk ikan, baik perusahaan berskala besar maupun industri rumah tangga.
transportasi dipekalongan pun sudah cukup berkembang,
karena terdapat terminal besar, stasiun dll.
transportasi taksi pun beberapa sudah banyak ditemukan.
untuk makanan khas Pekalongan adalah megono,
yakni irisan nangka dicampur dengan sambal bumbu kelapa.
Makanan ini umumnya dihidangkan saat masih panas dan
dicampur dengan petai dan ikan bakar sebagai menu tambahan.
Kota Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya
karena mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai
di daerah lain semisal; syawalansedekah bumi, dan sebagainya.
Syawalan adalah perayaan tujuh hari setelah lebaran dan sekarang ini
disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa yang
memecahkan rekor MURI oleh walikota untuk kemudian
dibagi-bagikan kepada pengunjung.

by : Dzilhijjah Suci Amalia . www.dilla-blogspot.com